Telkom Fiks

Pengunjung

Blog Archive

Contact Us

Sekretariat Panitia d/a Lapangan Tenis Jl. Ambon No. 2 Bandung
Tlp./Fax. (022) 4202570
e-mail: telkomfiksopen2013@gmail.com
telkom_fiks@yahoo.com

Wednesday, December 31, 2008

[Liputan Media] Menanamkan Kejujuran Sejak Dini

Sumber: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=49659
Rabu, 31 Desember 2008

KURSI wasit kosong saat pertandingan antara Arif Munandar dari Bekasi dan Doni Rusman dari Bantul (tidak terlihat) pada Turnamen Tenis FIKS di Lapangan Tenis Taman Maluku Bandung, Senin (22/12).* ANDRI GURNITA/"PR"

PANITIA kejuaraan nasional tenis junior "Telkom-FIKS XV/2008" membuat terobosan besar dengan memutuskan tidak menggunakan wasit pada babak awal hingga perempat final pertandingan KU-14 dan KU-16.

Jadi, jangan heran jika Anda menyaksikan pertandingan, ada pemain yang berteriak out (keluar) jika bola memantul di luar lapangan dan atau fault jika lawannya melakukan kesalahan.

Tidak ada wasit yang duduk di kursi tinggi di pinggir lapangan atau penjaga garis yang mengawasi setiap jatuhnya bola di permukaan lapangan. Bahkan, tidak ada ball boy sehingga setiap petenis yang tampil harus memungut bolanya sendiri.

Sebenarnya, aturan ini sudah lumrah dilaksanakan di turnamen kelompok umur bahkan untuk senior khusus turnamen satelit di luar negeri. Namun, ini untuk pertama kalinya digelar dalam sebuah kejuaraan berskala nasional di Indonesia.

Idenya antara lain datang dari ketua panpel Gandjar Nugraha. Menurut Gandjar, Indonesia memiliki segalanya, dari sumber daya alam yang melimpah, hingga sumber daya manusia yang tidak diragukan lagi kualitasnya. Jadi, apa yang sebenarnya kurang dari Indonesia? "Kejujuran," kata Gandjar.

Kata yang satu ini memang sangat mudah diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Padahal, dengan kejujuran, Indonesia diyakini bakal menjadi bangsa yang maju di segala bidang. Dengan kejujuran, tidak akan ada lagi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Indonesia tidak perlu lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Gandjar baru sadar ketika ditanya apakah keputusannya tersebut bersinergi dengan kegiatan antikorupsi dan mulai digalakkannya kantin kejujuran di beberapa sekolah, terutama SMP dan SMA, belakangan ini.

"Sebenarnya, tidak ada hubungan langsung dengan kedua kegiatan tersebut. Saya sendiri baru menyadari itu. Namun, jika kegiatan ini juga dikatakan bersinergi dengan kegiatan antikorupsi, saya sangat berterima kasih. Tujuannya memang sama, yaitu menanamkan nilai-nilai kejujuran dan sportivitas," ujarnya.

Dalam olah raga, kejujuran tersebut bisa berbentuk sportivitas antara lain mengakui ketangguhan lawan dan tidak berbuat curang. Namun, tidak berarti seorang pemain terus berdiam diri setelah dikalahkan lawan. Dia akan berjuang sekuat tenaga untuk menyaingi lawan bahkan mengalahkannya.

"Kalau jiwa sportif ada di setiap orang, olah raga Indonesia akan maju. Menggelar kejuaraan tenis tanpa wasit merupakan langkah awal untuk membentuk jiwa sportif dan kejujuran sejak dini," kata Gandjar.

Gandjar sebenarnya sudah mulai menyosialisasikan pertandingan tenis tanpa wasit ini dua tahun lalu. Namun, ketika itu, banyak yang menentang, baik dari petenis sendiri dan orang tuanya, bahkan pengurus tenis sendiri. "Memang rada ribet. Saya akui, akan banyak masalah karena ini baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Banyak orang yang belum paham. Namun, bila tidak dilaksanakan sekarang ini, kapan Indonesia memulainya," kata Gandjar.

Menurut Gandjar, kejujuran dan jiwa sportif harus ditanamkan sejak dini. "Kita sebagai orang tua harus membiasakan anak dengan sportivitas ini. Untuk diterapkan pada kejuaraan ini, memang banyak risikonya, terutama bagi panpel, namun kami tetap harus melakukannya dengan perkembangan tenis Indonesia," kata Gandjar.

Apa yang dilakukan Gandjar juga mendapat dukungan dari Pelti. "Dukungan Pelti luar biasa. Bahkan, mereka membuat rambu-rambu bagi petenis yang tidak sportif hingga dikurangi poinnya untuk PNP. Saya kira, itu apresiasi dari Pelti yang sangat bagus," ujarnya.

Keputusan Gandjar juga mendapat dukungan dari mantan petenis Jawa Barat dan nasional Sulityo Wibowo. Bahkan, Sulis mengatakan, di luar negeri, pemain tidak hanya harus jujur, juga harus mandiri. "Saya sempat merasakannya ketika mengikuti turnamen di Spanyol," ujar Sulis.

Menurut Sulis, dia dan lawannya dipanggil untuk segera bertanding. Petugas pertandingan hanya menyerahkan tiga bola dan mereka dipersilakan bertanding di lapangan tertentu. "Lapangan yang digunakan jenis gravel. Karena lapangan sudah kering, saya dan lawan saya harus menyiram lapangan. Kalau di Indonesia, apa mau seorang petenis menyiram lapangan yang akan digunakan untuk bertanding?" ujar Sulis.

Panitia juga baru menyediakan wasit untuk semifinal dan final. "Itu pun hanya wasit, tidak ada ball boy. Petenis sendiri yang memungut bola. Jika sudah selesai, pemain yang menang menyerahkan bola kepada panitia sekaligus melaporkan hasil pertandingan," kata Sulis.

Namun, panpel sebenarnya tidak begitu saja melepas setiap pertandingan. Panpel tetap menyiapkan pengawas pertandingan sebagai "mata-mata". "Tugasnya memang tidak formal seperti wasit. Namun, pengawas tetap akan mengawasi pertandingan dan menjadi penengah jika terjadi perselisihan. Bahkan, pengawas ini bisa membuat keputusan seperti apakah seorang petenis melakukan pelanggaran atau tidak," kata referee Eko Supriatna.

Hingga pertandingan digelar Selasa kemarin, belum ada peristiwa yang menghebohkan. "Alhamdulillah semua berjalan lancar. Karena, pada dasarnya anak-anak itu jujur. Mungkin karena ada tekanan, mereka kemudian berbuat curang," kata Eko.

Biasanya, orang tua dan pelatih yang sering melakukan protes. "Justru, orang dewasalah yang sering berulah. Si anak sebenarnya tidak apa-apa, malah orang tua yang protes. Hal seperti ini sempat terjadi pada Senin lalu," ujar Eko.

Kejujuran memang harus diperjuangkan di negeri ini. Perlu kerja keras dan dukungan semua pihak yang terkait dengan perkembangan tenis. Apa yang dilakukan panitia Telkom-FIKS baru suatu langkah kecil untuk perubahan yang sangat besar, tidak saja bagi dunia tenis dan olah raga, juga bagi seluruh aspek kehidupan.

Anak-anak yang masih lugu harus diberi pemahaman tentang kejujuran, tidak hanya di bidang olah raga lebih khususnya tenis. Namun, faktor orang dewasa juga sangat menentukan.

Mari kita wujudkan kejujuran di semua aspek kehidupan, tidak hanya di bidang olah raga. (Asep/"PR")***

No comments:

Juara Telkom Fiks - Speedy Open 2010

Foto Dokumentasi Telkom Fiks - Speedy Open 2010

Juara Telkom Fiks - Speedy Open 2009

Dokumentasi Telkom Fiks - Speedy Open 2009

JUARA TELKOM-FIKS 2008

JUARA TELKOM-FIKS 2008
(klik pada gambar untuk melihat foto juara lainnya)

Foto aksi TELKOM-FIKS 2008

Foto aksi TELKOM-FIKS 2008
(klik pada gambar untuk melihat foto lainnya)

Dokumentasi TELKOM-FIKS 2008

Dokumentasi TELKOM-FIKS 2008
(klik pada gambar untuk melihat foto dokumentasi lainnya)

Juara Telkom Fiks 2007

Juara Telkom Fiks 2007
(klik untuk melihat gambar lainnya)

Foto Aksi FIKS-TELKOM 2007

Foto Aksi FIKS-TELKOM 2007
Silakan klik pada gambar untuk melihat gambar foto aksi lainnya